Senin, 14 November 2011

SEJARAH REVOLUSI ISLAM-IRAN (4)


Pidato Bersejarah

          Orang-orang telah menantikan saat ini berhari-hari. Tanggal pidato telah ditentukan terlebih dahulu, dan orang berbondong-bondong datang ke kota Qum dari penjuru negeri. Mereka yang mampu mempersiapkan tape recorder. Banyak pengeras suara telah ditempatkan pada cabang-cabang pohon. Kecemasan dapat dilihat dari wajah-wajah mereka. Jantung berdetak dengan kencang.

          Semua orang megetahui bahwa dalam kondisi demikian, apa pun bisa terjadi. Mereka dapat menembakkan senjata mesin kepada semua orang dengan sekejap. Barangkali… ! tetapi orang-orang tetap berkumpul juga! Semua tempat sangat penuh. Lorong, jalan dan bahkan atap rumah dipenuhi masyarakat. Mereka menunggu dan sangat antusias. Tiba-tiba, teriakan Shalawat (memuji dan menyambut Tuhan) mengakhiri semua kesunyian.

          Ayatullah Khomeini terlihat dari jauh ketika berjalan melewati lorong yang penuh sesak. Ia terlihat sangat marah. Sutau kerutan terlihat pada dahinya dan keadaan yang sangat sedih tampak pada wajahnya. Mereka yang melihatnya dari dekat menangis dengan sedih. Ia menaiki mimbar dengan tenang, menarik nafas dalam-dalam dan mempersiapkan pidatonya.

          Pemerintah Shah telah mencoba dengan susah payah untuk menangkapnya sebelum ia berpidato. Namun hal itu tidak berhasil sebab Ayatullah Khomeini tidak mengijinkan seorangpun dekat karena kehati-hatiannya. Mereka akhirnya berencana untuk member pesan ini kepada putranya, Mostafa:

“Jika Ayatullah Khomeini berencana untuk berpidato pada hari ini, katakana agar ia berhati-hati dan menjauhkan diri dari serangan pemerintah Amerika sebab hal ini sangat berbahaya. Jika tidak ia akan menghadapi konsekuensi yang kejam dan kasar…”

          Ayatullah Khomeini memulai pidatonya. Orang-orang terkesan dengan kalimat-kalimat awal yang disampaikannya dan menjadi semakin terpesona pada setiap bagian. Ia dengan pahit menyampaikan pidato bersejarahnya:

          Aku tidak bisa menyatakan perasaanku yang sebenarnya!setelah melihat langsung berita terbaru Iran,… perasaanku sakit. Mereka telah menjual kita! Mereka menginjak martabat kita dan merubuhkan kemuliaan negeri Iran! Mereka menghancurkan kecemerlangan angkatan perang Iran! Mereka menyampaikan suatu akta kepada parlemen.

         Sesuai dengan akta tersebut, semua penasihat militer Amerika dan keluarga-keluarga mereka, staff teknis, personal kantor, para pelayan, dan setiap orang yang berhubungan dengan mereka kebal terhadap berbagai kejahatan yang mereka lakukan di Iran. Jika seorang pelayan Amerika membunuh pemimpin agamamu di pasar, maka polisi Iran tidak berhak menangkapnya. Pengadilan Iran tidak berhak menuntut kejahatannya. Ia harus pergi ke Amerika. Di sana, di Amerika bos besar akan memutuskan. Mereka telah menurunkan martabat Iran, lebih rendah dari anjing Amerika.

          Jika seseorang melindas seekor anjing Amerika, ia akan ditanyai. Jika Shah Iran melindas seekor anjing Amerika, mereka akan menanyainya. Jika seorang juru masak Amerika melindas Shah Iran, melindas seorang pejabat tinggi, tak seorangpun berhak untuk berkeberatan.

          Aku bertanya kepada yang mengatakan kita harus berdiam diri. Haruskah kita tetap diam? Diam selagi mereka menjual kita? Demi Allah! Kalian termasuk orang yang berdosa jika tidak melawan. Anda, para pemimpin kaum muslimin, harus membantu menyelamatkan Islam! Anda, para pemimpin agama kota Qum, harus membantu menyelamatkan Islam! Semua kesengsaraan yang kita derita disebabkan oleh Israel. Israel berada di sisi Amerika. Orang-orang harus menyatakan penolakan mereka terhadap hal ini; melakukan protes terhadap parlemen; melakukan protes terhadap pemerintah. Mereka tengah mengkhianati negeri ini.

          Kaset pidato Ayatullah Khomeini dengan cepat disebarkan ke seluruh negeri, dan protes serta pekikan orang yang marah terdengar dari tiap-tiap sudut kota. Beberapa hari kemudian, radio dan semua surat kabar sore mengeluarkan sebuah berita penting. Orang-orang terkejut. Seluruh negeri berduka atas berita tersebut.

“… Karena perilaku Ayatullah Khomeini dianggap melawan kepentingan bangsa, kedamaian, kebebasan, dan integritas wilayah negeri, oleh karena itu, ia dikirim ke dalam pengasingan pada tanggal 13 Aban 1343 (4 November 1964 M).



Diasingkan ke Turki

          Pada malam yang sama, mereka menangkap Ayatullah Khomeini, membawanya ke Teheran dengan pengawalan SAVAK* _(SAVAKdi dalam singkatan Farsi berarti ‘Organisasi informasi dan Keamanan negeri’. Dengan bantuan agen mata-mata Amerika, Inggris dan Israel, Rejim Shan telah mendirikan organisasi yang mengerikan ini untuk menakuti, mengendalikan dan menghancurkan oposisi. Dengan cepat, kekuasaan agen ini mencakup seluruh negeri), kemudian mengirimnya ke Turki pada pagi harinya.

          Seyed Ahmad Khomeini, putra Ayatullah Khomeini yang paling muda berkata, “Pada malam hari ketika mereka menangkap Agha dan mengucilkannya ke Turki, aku masuk ke kamar dan bertannya kepada ibu, ‘Apa yang telah terjadi? Apakah ia telah melakukan kesalahan?’ Saat itu, aku berusia 15 tahun. Ibuku berkata, ‘Tidak ada satupun kesalahan ayahmu. Mereka mengambil ayahmu seperti yang telah mereka lakukan waktu dulu! Jika kamu ingin melihatnya, kejarlah ia!’

          Malam itu, Agha berkata kepada para agen, ‘Ada apa ini? Mengapa banyak keributan? Apakah kalian tidak malu pada diri kalian sendiri? Yang kalian harus lakuakan lebih dulu adalah mengirimkan seseorang untuk datang dan meminta ijin kepadaku. Aku pasti akan datang.’

          Kemudian Agha berkata kepadaku, ‘Di jalan, ketika kami sedang mendekati ladang minyak, aku menjelaskan bahwa semua kesengsaraan yang kami alami hanya disebabkan oleh minyak dan aku bertanya kenapa hal itu tidak menjadi perhatian mereka. Aku berbicara kepada mereka sepanjang waktu, dan seseorang dari agen yang duduk di sampingku menangis sepanjang perjalanan ke Teheran.’



Penangkapan Putra Imam Khomeini

       Setelah Ayatullah dikirim ke pengasingan, atas dasar permintaan pemimpin agama, Haji Agha Mostafa pergi bertemu dengan Ayatullah Marashi, salah seorang pemimpin religius yang paling tinggi saat itu. Tidak seperti biasanya, pintu ke arah rumahnya seperti juga pintu ke rumah ulama-ulama yang lain ditutup.

          Haji Agha Mostafa pun mengetuk pintu. Mereka membukakan pintu dan ia masuk ke dalam rumah. Tidak lama setelah itu, tentara dan pasukan khusus menaiki dinding rumah Ayatullah Marashi, melompat ke dalam rumah dan menangkap Agha Mostafa. Pertama mereka membawa Agha Mostafa ke markas besar kepolisian di Qum, Iran dan kemudian mengirimnya ke penjara Ghezel-Ghaleh di Teheran, Iran.

          Ia ditahan selama 57 hari dipenjara itu dan dilepaskan pada tanggal 8, 1343 (29 Desember 1964 M). Mereka mengatakan kepadanya bahwa ia harus pergi ke Turki. Mereka tengah mencari suatu alas an untuk mengirim Mostafa ke pangasingan, seperti apa yang telah mereka lakukan kepada ayahnya.

          Agha Mostafa berangkat ke Qum dan menerima sambutan hangat dari orang-orangdi sana. Hari berikutnya, agen SAVAK memanggil dan menanyainya dengan nada marah, kebenaran dengan kenapa ia masih belum pergi ke Turki. Haji Agha Mostafa menjawab, “Ibuku tidak mengijinkanku dan aku tidak ingin melanggar apapun keinginannya.”

          Para agen SAVAK menjadi marah dan mencaci-maki Agha Mostafa. Pada hari berikutnya, salah seorang dari agen SAVAK datang menangkap Haji Mostafa dan membawanya pergi dengan pesawat terbang ke Turki.



Diasingkan ke Najaf

       Haji Agha Mostafa bergabung dengan ayahnnya di Turki. Protes dari banyak orang, para pemimpin agama, dan ulama menyebar lebih besar dan lebih luas setiap harinya. Banyak telegram dan surat datang ke kedutaan Turki di Teheran dan ke pemerintah Turki, dari seluruh penjuru dunia. Semua orang memprotes pengasingan Ayatullah Khomeini dan pernyataan ini terus bertambah setiap harinya. Mereka menuntut pembebasan bersyarat Ayatullah Khomeini.

         Pemerintah Turki menjadi sangat bertanggung jawab dan menyatakan kepada pemerintah Iran, bahwa mereka tidak bisa terlalu lama menerima pengasingan Ayatullah Khomeini di Turki dan ia harus kembali ke Iran. Bagaimanapun, pemerintah Iran tidak menyukai kepulangannya dan tidak percaya bahwa hal ini adalah suatu usaha yang cerdas.

          Pemerintah kemudian berkonsultasi dengan duta besar Iran untuk Irak, dan sang duta besar mengusulkan agar mereka mengirim Agha ke Najaf (salah satu kota suci kaum Syi’ah di Irak). Tuan duta besar berpikir bahwa ia mempunyai suatu alasan yang bagus untuk usulnya, dan berkata kepada Shah, “Jika datang ke Najaf, ia akan masuk ke mulut singa karena Mr. Hakeem ada di sini, Agha tidak akan bisa melakukan kegiatannya.”

          Shah yang mempunyai banyak orang kepercayaan di Pirasteh (istana negara), setuju dengan gagasannya dan kemudian memerintahkan untuk menempatkan Ayatullah Khomeini dan putranya di pesawat dan putranya di pesawat dan kemudian mengirim mereka ke Irak. Bertentangan dengan ramalan Tuan Duta Besar, Ayatullah Khomeini malah menerima sambutan hangat dari orang-orang setempat ketika tiba di Kazemein, Irak. Mereka pergi ke Najaf dari sana dan terus melanjutkan perjuangan politik dan social mereka.

          Ketika menerima berita ini dari Irak, Shah Pahlevi menjadi sangat marah dan menghardik duta besarnya, “Jadi! Apa yang terjadi dengan mulut singa?”

          Rumah kecil Ayatullah Khomeini ini menjadi pusat kebangkitan. Ayatullah Khomeini tidak berdamai, baik dengan pemerintah Irak maupun Iran, dan melanjutkan perlawanannya.



Percaya Hanya Pada Allah

       Ia cemas dengan keadaan Agha. Ia mengetahui bahwa Agha, meskipun sakiat, pasti tetap pergi ke Karbala (Kota suci kaum Syi’ah di Irak) seperti pada tiap hari Jum’at dan Sabtu. Ia sangat antusias untuk bertemu dengannya. Oleh karena itu, dia meninggalkan Najaf dan menuju Karbala.

          Ketika kembali ke jalan “Beinol-Haramein”, ia menjadi takut dengan apa yang ia lihat di sudut lorong, tempat rumah Agha terletak. Sebuah kendaraan militer diparkir di sana dengan senapan yang diarahkan ke sana. Mobil-mobil pemerintah juga diparkir di depan kendaraan itu.

-    Apakah tempat untuk melanjutkan perjalanan?

Ia telah mempelajari situasi, meskipun tidak mempunyai kekuatan atas kakinya. Ia memasukki lorong itu. Beberapa tentara bersenjata sedang berdiri berjaga di depan rumah Agha. Sudah terlambat untuk kembali dengan berbagai cara.

-    Jadi itulah adanya!

Ia berjalanmemasuki rumah, menyeberangi halaman depan dan memasuki ruangan bagian luar. Secara tak terduga, ia memperhatikan tiga orang, yaitu: Gubernur Propinsi Karbala, pimpinan organisasi keamanan, dan pimpinan polisi. Ia melihat sekilas kepada mereka. Pimpinan polisi memandang sekilas kepadanya melalui sudut mata. Pada saat itu, pintu dari dalam ruangan terbuka dan Agha masuk ke dalam ruangan itu. Ketika ia melihat Agha, denyut nadinya meningkat dan menjadi sangat histeris. Ketika menyadarinya, Agha mengisyaratkannya untuk masuk.

          Ia kemudian masuk. Gubernur Karbala membicarakan tentang apa pun yang ada dalam pikirannya. Ia ingin mendapatkan perhatian agha. Tetapi Agha tidak membalas perhatiannya sebab mengetahui bahwa mereka telah datang ke rumahnya hanya untuk berpura-pura bersahabat.

          Pada waktu itu, pemerintah Irak mempunyai beberapa pertentangan dengan Shah Iran. Mereka megetahui bahwa Agha menentang Shah. Oleh karena itu, mereka ingin membawanya ke pihak mereka. Akan tetapi, Agha dengan cerdas menyadari niat mereka. Maka, untuk mengabaikan mereka, ia berpaling ke salah satu siswanya dan bertanya kepadanya tentanng Iran. Siswa tersebut member beberapa jawaban yang sangat singkat terhadap pertanyaan itu dan lantas diam.

          Gubernur terus berbicara tetapi kata-katanya tetap mengawang di udara. Agha tetap  duduk dengan tenang, bak sebuah batu karang yang keras. Agen pemerintah Irak secara berangsur-angsur membatasinya.



Sebuah Pertempuran Berdarah Dimana-mana

          Untuk menjaga keberlangsungan api revolusi, Ayatullah Khomeini menerima banyak penderitaan di Najaf, Irak. Rejim Pahlevi melakukan berbagai usaha untuk menghapuskan semua sisa pemberontakan 15 Khordad (6 Juni), dan Ayatullah Khomeini berusaha keras untuk tidak membiarkan darah para syuhada yang tertumpah di jalanan dan lorong kota Qum, Teheran, dan Varamin menjadi sia-sia dan tak diindahkan. Itulah mengapa menjadi penting bagi Imam Khomeini untuk selalu berhubungan dengan Iran.

          Hubungan Iran-Irak berangsur-angsur meningkat dan kerjasama intelijen antara kedua negara tersebut menjadi sangat kuat. Sebagai hasilnya, agen rahasia SAVAK dan pejabat kedutaan Iran, dengan bantuan agen intelijen dan keamanan Irak, melakukan pengawasan ketat terhadap pergerakan Imam Khomeini. Karenanya, Ayatullah Khomeini mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan Iran. Bagaimanapun, hal ini tidak membuat Ayatullah Khomeini kecewa tetapi terus melanjutkan perjuangannya menjadi lebih besar dan jelas:

Jika mereka menawariku untuk satu hari saja agar diijinkan hidup di sini, dan aku mengetahui bahwa satu hari kesunyian itu akan merusak, maka adalah mustahil bagiku untuk menerimanya.



Hubungan Dengan Iran

       Visi Ayatullah Khomeini dan kesabarannya, di satu sisi, serta usaha dan kerja keras para murid dan temannya yang telah melakukan berbagai usaha nyata untuk berangkat ke Irak, di sisi lain adalah sebab mengapa pergerakan revolusioner tidak mati.

          Sebagian kecil orang yang berhubungan denga Ayatullah Khomeini dengan susah payah mencetak selebaran-selebaran dan buku-bukunya, lalu diproduksi ulang, dan disebarkan ke berbagai penjuru negeri.

          Dalam rangka memelihara ingatan atas peristiwa 15 Khordad (6 Juni) dan menjaga revolusi tetap berjalan, mereka tidak perdulli jika mereka harus menyerahkan hidup mereka. Untuk meghentikan revolusi, rejim Pahlavi melakukan segala sesuatu, dari siksaan, hhukuman penjara dan pengasingan untuk mengirimkan pesan kepada Ayatullah Khomeini. Sekali waktu, ketika salah seorang utusan khusus Shah Pahlevi datang untuk melihat Ayatullah Khomeini, ia meletakkan tangannya diatas buku Hukkum Konstitusi yang ada di depannya, dan berkata, “Paling tidak, hormatilah hukum ini!”.

          Tahun 1346 (1967 M) adalah tahun terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh para mahasiswa dari berbagai Universitas. Peperangan antar Arab dan Israel terjadi di tahun yang sama tetapi rejim Pahlavi tidak menunjukkan reaksi apa pun karena ia mempunyai hubungan yang erat dengan Israel. Ini menyebabkan para mahasiswa di universitas-universitas Teheran, Isfahan, Tabriz, dan Shiraz berbaris melakukan demonstrasi untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka atas perilaku pemerintah. Pada Farvar-Din 27 (6 April 1967 M), dengan menyebarluaskan selebaran, Ayatullah Khomeini menyeru orang-orang untuk melanjutkan dan memperluas perlawanan mereka terhadap rejim Pahlavi.

          Di dalam selebaran itu, ia berkata, “Mereka yang meninggalkan (negeri ini), dan kalian yang tetap tinggal di sini. Bayonet dan pedang yang tumpul ini akan kembali disarungkan.”



Pemerintahan Islam

          Ayatullah Khomeini memunculkan konsep Perwalian Ahli Fiqih (velayet-e-faqih) pada bulan Bahman 1348 (Februari 1969M) untuk pertama kalinya dan mengambil langkah-langkah pertamanya kea rah pembentukan suatu pemerintahan Islam… [] 

0 komentar:

Posting Komentar