Selasa, 25 Oktober 2011

Bayi yang berbicara

(cerita favorit 13)

            Imran adalah seorang pria yang shaleh. Istrinya bernama Hanna.
            Hanna telah berjanji kepada Allah bahwa dia akan memberikan bayinya untuk mengabdi kepada Allah. Beliau memohon kepada Allah untuk melindungi bayinya dari setan. Tatkala bayinya lahir, dia menanyakannya Maryam.
            Hanna menepati janjinya dan membawa bayinya ke rumah ibadah di Jerussalem. Di sini, Sayidah Maryam as dirawat Nabi Zakaria as yang adalah pamannya sendiri. Suatu hari ketika Maryam telah menjadi seorang wanita dewasa, malaikat mendatanginya dan berkata bahwa dia akan segera memiliki seorang bayi yang bernama Isa – putra Maryam. Malaikat berkata kepadanya bahwa Isa akan menjadi seorang Nabi Allah yang dapat berbicara sekalipun masih bayi.
            Sayidah Maryam as bertanya kepada malaikat bagaimana mungkin dia akan mempunyai seorang bayi tanpa seorang suami? Malaikat berkata kepadanya bahwa Allah Swt dapat melakukan apa pun yang Dia kehendaki.
            Setelah nabi Isa as lahir, Sayidah Maryam as merasa cemas bagaimana dia harus mengatakan kepada orang-orang di kota tentang bayinya. Sayidah Maryam diperintahkan Allah Swt agar jangan berbicara dan membiarkan bayinya yang berbicara.
            Ketika orang-orang di kota bertanya tentang bayinya, Sayidah Maryam hanya menunjuk bayi yang ada di pangkuannya.
            Bayi Isa as pun berkata, “Saya adalah hamba Allah Swt. Dia telah memberikan saya sebuah kitab (Injil) dan menjadikan saya seorang Nabi”.
            Kitam yang Allah berikan kepadanya dinamakan Injil.
            Dia tumbuh dewasa untuk mengajarkan orang-orang tentang Allah yang berfirnaf kepada mereka bahwa hanya ada satu Tuhan.
            Dia diberi mukjizat berupa kemampuan untuk dapat menyembuhkan orang yang sakit dan menghidupkan orang yang mati. [] 

Mata Pembuat Sakit

(Ayatullah Khomeini)
Alih bahasa/Penyusun: Yamani

Mempesona nian tahi lalat di bibirmu
Lihatlah! Aku terperangkap
Berdoa, biar yang disakitkan matamu
Adalah hatiku

Kucampakkan sudah cinta diriku
Kebenaran kini hanyalah aku
Kan kulihat jua tetiang gantungan
Bagai Manshur dulu lihatnya

Oo..kasih, nyala pikiranmu
Bakar hatiku
Kalau kini buah bibir ku jadi
Namaku kau jua ilhami

Biar bagiku terus terbuka
Pintu kedai siang dan malam
Selamat tinggal madrasah, selamat tinggal mushalla
Biar kuambil jalan sendiri

Lama sudah kau tahu
T’lah ku koyak jubah kesalehan
Pakaian bertambal penjaga kedai
Demi temukan jalan kupakai

Lihatlah! Disiksa aku pendeta-kota
Dengan khutbah busuk dan sia-sia
Dimana engkau! Selamatkan daku
Dengarkan wahai ruh pemabuk

O… luar-biasa rumah berhala itu
Kenangan indah hidup-hidupkan
Sentuhan ajaib penjaga kedai
Rusakkan sudah tidur-lelapku

Majlis Pemabuk

(Ayatullah Khomeini)
Alih bahasa/Penyusun: Yamani

Wahai, (kudamba) hari itu
Saat ku jadi duli di jalannya
Saat ku tetap hidup deminya
Saat jadi pecinta-sejatinya kuhanya

Wahai, (kudamba) hari itu
Saat piala pengocok jiwa
Ku terima dari tangan-lembutnya
Dan, dalam lupa dua dunia
Terantai di belai-belai rambutnya

Wahai, (kudamba) hari itu
Saat kepalaku di tapak kakinya
Ciuminya hingga hidup usai saja
Dan jadilah aku, hingga kiamat tiba
Mabuk dari gelasnya

Wahai, (kudamba hari itu
Saat kuterbakar bagai pencinta
Selalu saja deminya, dan nanar
Oleh wajah-manisnya
Dalam bengongnya si pemabuk

Wahai, (kudamba) hari itu
 DiSaat ku mabuk kepayang
Dalam majlis pemabuk
Dan jadilah kutahu semua
Rahasia-rahasia tersembunyinya

Wahai, (kudamba) hari itu
Saat kudapati di ujung ranjang
Yusuuf penyejuk mataku
Dan jiwa tidak, seperti Ya’qub
Dibuai bau harumnya

Kilas Pandang Kekasih

(Ayatullah Khomeini)

Alih bahasa/Penyusun: Yamani



Kasihku, hidupku bermula

Dan berakhir di pintumu

Coba saja kuhabiskan di sana

Tak lagi kubutuh sesuatu apa



Di kedai, masjid, dan biara

Dan lantai kuil-berhala

Aku merunduk dalam asa

Akan kau berkahiku dan kau puja



Tak akan madrasah berikan penawar

Untuk susahku, tak pula sang wali

Wahai, keluarkanku dari galau ini

Dengan kilasmu sebelum hilang sadarku



Wahai, penuh cinta-diri sang sufi itu

Sejauh-jauh yang aku tahu

Wahai, beri aku penglihatanmu

Biar bening hatiku selalu



Telah kucampakkan cinta-diriku

Hinggasungguh kini ku ada

Wahai, arahkan pandang-agungmu

Padaku sari-pati yang hina



Mereka panggilku ahli gairah

Mereka sebut ku pecinta saja

Wahai hati yang terbelah kegembiraan

Jangan pernah kenakan hijab ini



Hidup bak biksu telah kupilih 

Demi kekasih dibalik cadar

Biar oleh pandang-cintanya

Jadi gelegak-samudra tetes ini