Senin, 14 November 2011

SEJARAH REVOLUSI ISLAM-IRAN (2)


Membina Rumah Tangga 
          Pada tahun 1308 (1929 M), Agha Ruhullah menikahi putrid Hujjatul-Islam Saghafi, salah seorang yang terpandang dan ulama kota Teheran. Ia kemudian mempunyai dua orang putra dan tiga orang putrid. Putra pertamanya dilahirkan pada tahun 1309 (1930 M), yang ia beri nama Mostafa, seperti nama ayahnya.
          Mostafa adalah seorang yang sangat berani meski ia masih kecil. Ia mewarisi sifat ini dari ayah dan kakeknya. Ia tumbuh dewasa dengan sifat bapaknya dan memiliki karakteristik yang sama.

Mencapai Tingkat Pemimpin Agama
          Agha Ruhullah menjalani hidup secara sederhana bahkan sejak ia masih muda. Ia selalu melakukan usaha terbaik agar bisa semakin dekat dengan Allah Swt dan melayani Masyarakat. Ia adalah salah satu siswa Ayatullah Boroojerdi, yang pada waktu itu, menjadi pemimpin agama umat Syi’ah.

          Agha Ruhullah Khomeini sangat cerdas dan dengan cepat ia menjadi pengajar teologi. Ia menghabiskan seluruh masa mudanya dengan terus berusaha untuk belajar dan mengajar, dan terjaga hingga larut malam untuk belajar. Di tahun 1315 (1936 M), pada usianya yang ke-34, usaha keras Ruhullah dan penguasaan ilmunya menjadikannya dipercaya menjadi pembimbing agama dan guru di “Pusat Ilmu agama Qom, Iran”.
          Di dalam kelasnya, yang menark gabi para pelajar muda, Ayatullah Khomeini mengajarkan tasawuf dan filsafat, dan juga etika serta hukum agama. Pada masa itu, mengajar materi pokok seperti tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu, mereka yang berhati dangkal dan tertutup berseru untuk menentang Imam Khomeini. Ia mengatakan:
Mempelajari sebuah bahasa asing dianggap menghina Tuhan, dan mengajar filsafat serta tasawuf diartikan sebagai dosa dan syirik.
Pada suatu waktu, putraku yang masih kecil, Mostafa minum air dari sebuah kendi di sekolah Feizieh, maka mereka segera membersihkan kendi tersebut hanya karena pada saat itu aku mengajarkan filsafat.
            Banyak ulama dan sarjana tida berpikir bahwa adalah pantas untuk ikut terlibat dalam urusan-urusan politik atau pemerintahan. Bagaimanapun, Ayatullah Khomeini selalu percaya bahwa agama itu tidaklah dapat dipisahkan dengan politik, dan para pemimpin agama tidak seharusnya bersikap tidak peduli terhadap urusan masyarakat dan kepentingan pemerintahan serta rakyat banyak. Sementara itu, Shah Reza Pahlevi, karena percaya bahwa pemerintahannya telah memperoleh cukup dukungan, mulai mempromosikan budaya Barat di Iran.
          Ia bersikeras melakukan rencananya, dan percaya bahwa para pemimpin agama dan pusat ilmu agama atau “Hauzah” adalah rintangan yang paling utama di jalannya. Oleh karena itu, aia membatasi aktivitas mereka sekecil mungkin.
          Adalah dalam situasi yang demikian, Ayatullah Khomeini harus memulai pertarungan di dua medan yang berbeda. Ia harus lebih dullu menghadapi pemikiran-pemikiran yang salah, yang ada di pusat Teologi, pada satu sisi. Di sisi lain, ia harus menyingkapkan dan menentang diplomasi yang salah dari Shah Reza serta pemerintahannya.
         
Perjuangan Politik
       Ayatullah Khomeini tidak pernah melihat ayahnya, dan juga tidak mempunyai gambaran yang jelas tentang ayahnya namun kesyahidan dan kebijakan ayahnya meninggalkan sebuah kesan yang kuat pada dirinya. Ia, seperti ayahnya, adalah teman bagi orang-orang yang tertindas dan musuh bagi para penindas. Ayatollah Khomeini memulai penentangannya sejak zaman Shah Reza. Pemerintahan Shah Reza tidak mengizinkan pemuka agama memakai jubah keulamaannya. Ia mengingat jelas kenangan pada masa itu dan berkata:
Kami mengalami suatu masa yang sulit. Untuk menghindari serangan dari tentara sadis Reza Khan, aku dan beberapa teman di negeri ini harus lebih dulu pergi ke suatu tempat di luar kota Qom sebelum matahari terbit, dan kembali ke rumah setelah hari gelap.
Cara tersebut kami tempuh agar dapat terus belajar dan berdiskusi, dan tidak menyerahkan jubah keulamaan kami.
            Ayatullah Khomeini, dengan berani, berdiri menentang kekejaman Shah Reza, dan terus menyingkapkan kebenaran. Oleh kerena itu, kelasnya ditutup atas perintah Shah Reza.

Pelopor Perjuangan
       Setelah pengunduran diri Reza Shah, Ayatullah Khomeini melanjutkan perlawanannya dengan putra Reza Shah, Mohammad Reza Shah. Ayatullah Khomeini selalu menjadi pelopor perjuangan Pusat Ilmu agama Qom, baik pada masa kepemimpinan Ayatullah Haeri maupun kepemimpinan Ayatullah Boroojerdi. Ayatullah Khomeini menentang diplomasi Mohammad Shah Reza yang tidak berperikemanusiaan dan memprotesnya dengan terbuka di kelas atau ceramahnya. Kelasnya adalah salah satu yang paling banyak dipenuhi oleh orang-orang dan pemerintah sangat takut akan hal itu.

Parade Mobil Tank
          Apakah kamu mengingat hari itu? Kamu harus mengetahuinya. Hari itu adalah musim panas dan panasnya cukup untuk membuat makhluk hidup manapun berkeringat. Aku tengah duduk didalam kelasmu. Dimanakah itu? Di kota Qom, Iran. Di dalam masjid yang berada di “Jalan Eram”. Tiba-tiba, aku merasakan seolah-olah tanah di bawahku sedang bergoyang perlahan. Ini persis seperti gempa bumi. Akan tetapi, hal itu bukanlah sebuah gempa bumi. Maksudku adalah, tetapi ini tidaklah turun dari Allah Swt, ini turun dari Fir’aun.
          Aku sedang duduk di seberang pintu. Dalam jarak pandanganku, aku bisa melihat pasukan tank sedang berbaris. Aku mengetahui bahwa sesuatu telah terjadi. Kau mengetahuinya juga? Engkau berpaling menoleh sebentar tetapi tidak peduli dan melanjutkan diskusimu. Engkau menyeka keringat pada dahi yang berkerut dengan sebuah saputangan putih, dan melanjutkan kembali pembahasan pelajaran. Aku berada disamping engkau. Aku melirik engkau dan keluar. Aku tengah menyimak engkau dengan satu telinga, sambil mendegarkan suara ribut diluar. Barisan tank lewat, satu demi satu tank yang kesepuluh dan kesebelas telah lewat. Tanah masih terasa berguncang. Bahkan, lampu yang tergantung dilangit-langit masjid ikut bergoyang.
          Aku curiga dan ingin mengetahui kemana tank-tank itu menuju. Tetapi, bagaimanapun pikiranku tidaklah dikacaukan dari apa yang engkau sedang ucapkan. Engkau masih tenang dan pidatomu masih terdengar jelas dan lantang.
          Ada satu baris mobil tank di luar sana. Aku mengetahui bahwa pemerintah pasti menemukan sesuatu untuk orang-orang ini. Engkau mengetahuinya juga. Di masa lalu, engkau telah menunjuk titik ini beberapa kali. Tetapi saat ini adalah waktu untuk belajar. Tentulah semua orang pasti mempersiapkan apapun untuk belajar. Ketika mobil tank yang kelimabelas lewat, aku melihat wajahmu terlihat berat.
          “Adakah terjadi sesuatu hari ini?” Engkau berkata; Aku gemetar, tersenyum dan berkata, “Benar, sekitar limabelas mobil tank, aku perkirakan telah lewat.” Aku berpikir bahwa aku telah melakukan suatu kebenaran dengan memberitahumu jumlah yang tepat dari mobil tank tersebut, tetapi aku salah menyebutkannya sebab aku melihat keterkejutan pada wajah engkau. “Adakah kamu mengitung mobil tank itu atau mendengarkannya?” kata engkau. Aku menundukkan kepala dengan penuh malu…

0 komentar:

Posting Komentar