Minggu, 16 Oktober 2011

Ketika itu... (8)

(M. Ahmad)

Bagaikan pergantian malam dan siang

Panas dan dingin silih berganti

Tiada hati untuk bisa memungkiri

Aku kesepian dalam hidup ini

Tanpa dirimu sang kekasih hati



Banyak hal telah berubah

Tapi aku tetaplah sama

Tiada yang berbeda

Dari sudut manapun juga



Engkaulah harapan nafasku

Kala dalam kesendirianku

Aku selalu menyebut namamu

Walaupun dirimu jauh dimataku

Tapi cintamu melekat dalam jiwaku

Tafsir Cinta

Sumber: ‘Hilap keneh’


          Jarang ada orang yang dapat menafsirkan kata “cinta” dengan tepat, karena yang mereka tau hanyalah “love is cinta” apaan tuuuh, sama aja kaleee………
Nih…, simak dulu pendapat dari guru-guru terbaikku…

Ø  Menurut guru Biologiku, cinta seperti amoeba ber sel satu, tidak dapat di lihat dengan mata telanjang.

Ø  Menurut guru Fisikaku, cinta seperti sumber listrik bertegangan tinggi, jika menyentuhnya akan sangat berbahaya.

Ø  Menurut guru Matematikaku, cinta ibarat persamaan kuadrat yang selalu meminta pertanyaan dan jawaban yang sulit.

Ø  Menurut  guru Kimiaku, cinta  ibarat senyawa (molekul kecil) yaitu suatu unsur yang tidak dapat dibagi-bagi.

Ø  Menurut guru Geografiku, cinta identik dengan dingin, kemungkinan hanya dapat diketahui keberadaannya dengan kesejukan.

Ø  Menurut guru Seni Rupaku, cinta itu sebuah lukisan yang abstrak, perasaan yang menggambarkan ragam warna keindahannya.

Ø  Menurut guru Bahasaku, cinta merupakan sebuah kata yang kompleks, tak akan selesai jika didiskusikan, dan tak akan tuntas jika di bahas.

Ø  Menurut guru Seni Musikku, cinta itu suatu rangkaian senandung nada syahdu yang mengayun indah mengikuti irama lagu.

Ø  Menurut guru PKnku, cinta adalah materi bab tentang kasih sayang, maka ada istilah saling cinta, mencintai dan dicintai.

Ketika itu... (7)

(M. Ahmad)


Dibawah sinar purnama

Cahaya menghiasi angkasa

Ribuan bintang bersinar merona

Dari Yang Maha Kuasa



Apabila langit biru Nampak

Awan putih bergejolak

Mengayomi manusia da bawahnya

Menenangkan rasa hatinya



Panas sang surya mulai meninggi

Hawa panas mulai menepi

Desiran angin menyapu diri

Menyambut waktu tuk berganti hari



Dalam silau cahaya aku berdiri

Berdiri tegak tuk beraksi

Agar jiwa tak tertandingi

Menjadi makhluk berbudi

Dikenang sampai akhir hayat nanti

Ketika itu... (6)

(M. Ahmad)


Honey… kusebut namamu

Mengalir dalam aliran darahku

Menjadi segumpal hatiku

Terukir dalam detak jantungku



Honey… itulah panggilanmu

Membentuk sel-sel otakku

Menutrisi jaringan tubuhku

Menggerakkan langkah tubuhku



Honey… itulah panggilanku untukmu

Masuk dalam rongga paru-paruku

Menyuplai pembuluh darahku

Mewarnai cahaya mata batinku



Honey… kupanggil namamu

Terbayang dalam mimpiku

Membangun raga dalam hidupku
Berharap bisa disamping dirimu

Ketika itu... (5)

(M. Ahmad)


Laksana air dan api

Mereka saling bertentangan

Tapi sadar akan keterbatasan

Akan hakikat wujud aslinya



Begitulah hamba yang banyak dosa

Yang hilaf dari jiwa

Mohon maaf bagi yang merasa

Tak enak kala berjumpa



Hamba adalah tanah

Yang tandus dan kering tak bermuara

Tak pantas mengharapkan permata

Yang bersinar terang dari segala masa



Hamba adalah debu

Penuh dengan duri derita

Gersang menyekat raga

Tak tahu akan jati diri

Yang jauh dari standarisasi

Di zaman globalisasi